Berita Update Miripan's

Ditjen Pendis Kementerian Agama RI

Selamat Datang Peserta didik Baru Tahun Ajaran 2015-2016

Kesombongan, Dosa yang Sulit Dihindari

Selasa, 18 Agustus 2015

Sesungguhnya mudah bagi seseorang meninggalkan dosa-dosa besar, namun ada beberapa dosa yang bersifat halus dan tersembunyi sehingga tidak disadari seseorang, atau kalau pun yang bersangkutan menyadarinya tetap saja sulit baginya untuk membuangnya. Sebagai contoh, demam typhus yang merupakan penyakit berat yang diikuti demam tinggi, bisa segera diobati dengan obat yang tepat, tetapi tuberkulosa yang bekerja diam-diam tak terlihat malah lebih sulit pengobatannya.

Begitu juga dengan dosa-dosa halus yang tersembunyi dengan akibat manusia bersangkutan tidak bisa mencapai derajat keruhanian yang luhur. Bentuknya adalah dosa-dosa akhlak yang menimbulkan gangguan dalam kehidupan sosial. Perbedaan sedikit saja dalam status sosial telah menimbulkan kedengkian, kebencian, kecemburuan, kemunafikan dan ketakaburan dimana seseorang lalu memandang rendah saudaranya. Kalau ada seseorang yang melakukan shalat secara patut selama beberapa hari dan orang-orang memujinya karena itu, ia lalu menjadi korban kesombongan dan rasa harga diri tinggi sehingga kehilangan ketulusan yang sebenarnya menjadi tujuan pokok daripada peribadatan.

Jika Allah s.w.t. mengaruniakan kekayaan, pengetahuan, status sosial yang tinggi atau kehormatan, orang cenderung mulai memandang rendah saudaranya yang lain yang tidak memperoleh karunia tersebut. Bila karena sifat keras kepala atau rasa permusuhan, hubungan seseorang dengan saudaranya menjadi buruk, biasanya ia cenderung menyibukkan dirinya siang dan malam mencari-cari kesalahan saudaranya atau mengadukannya kepada yang berwenang dengan cerita kelemahan yang dikarang-karang agar ia bisa menggantikan posisi saudaranya itu, padahal ia sendiri yang mempunyai kelemahan dimaksud.

Semua itu merupakan dosa-dosa tersembunyi yang sulit dibuang. Sifat takabur/kesombongan termasuk di dalamnya dan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk. Para pemuka agamapun juga ada yang menderita penyakit ini berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya.  Mereka menyibukkan diri sepanjang waktu mencari-cari kesalahan satu sama lain di bidang intelektual dengan tujuan mempermalukan dan merendahkan yang lainnya. Sulit sekali mengenyahkan dosa-dosa halus seperti itu padahal termasuk dosa yang tidak diampuni menurut kaidah Ilahi.

Tidak hanya manusia awam yang terjangkiti dosa ini, karena juga terdapat pada orang-orang yang biasa menghindari dosa-dosa umum serta dipandang sebagai ulama, cendekiawan atau mereka yang berderajat tinggi. Terhindarnya dari dosa-dosa tersembunyi tersebut bagaikana sejenis kematian. Sampai seseorang lepas dari kegelapan dosa demikian maka ia tidak akan pernah mencapai kesucian nurani dan menjadi pewaris dari segala anugerah dan keluhuran yang dikaruniakan Allah s.w.t. kepada mereka yang telah disucikan kalbunya.

Beberapa orang menganggap dirinya telah lepas dari keburukan akhlak demikian, tetapi ketika mereka bertemu dengan orang lainnya, langsung saja mereka bangkit dan tidak mampu menekan perasaan memandang diri lebih serta ketakaburan mereka dengan memperlihatkan manifestasi akhlak rendah yang mereka kira telah mereka tinggalkan. Pada saat seperti itulah akan terlihat bahwa mereka sebenarnya belum lepas dari dosa-dosa dimaksud dan belum memperoleh kemaslahatan serta masih jauh dari tingkat kesucian kalbu yang menjadi ciri dari orang-orang muttaqi.

Semua ini menunjukkan bahwa kesucian akhlak adalah suatu hal yang sangat sulit dicapai dan tak mungkin diperoleh tanpa rahmat Allah s.w.t. Rahmat demikian bisa diperoleh dengan tiga cara, yaitu, pertama, berusaha dan berencana, kedua, shalat dan berdoa, dan ketiga, memelihara silaturrahmi dengan seorang yang muttaqi. 


Read Post | komentar

Registrasi dan Tes Minat Bakat PPDB tahun Pelajaran 2014 - 2015

Rabu, 18 Juni 2014

Selamat dan sukses bagi adik - adik calon peserta didik baru di MA PSM Loceret karena telah memberanikan dirinya untuk langsung daftar dan bergabung bersama kami untuk menjadi peserta diidk baru. setelah 3 tahun lamanya menempuh pendidikan di sekolah menengah pertama atau madrasah tsanawiyah banyak sekali suka duka hingga sampai lulus dan akhirnya bisa melanjutkan ke madrasah aliyah psm yang tercinta ini. 
untuk melengkapi registrasi kami ma psm loceret mengundang adik - adik siswa baru guna registrasi ulang dan penjaringan minat bakat bahkan dalam kesempatan yang sangat dinanti ini nantinya adik - adik akan mendapatkan kejutan yang paling istimewa dan beda dengan yang lain, yakni ada 2 sepeda dan puluhan doorprize nantinya akan adik - adik dapatkan dan bisa dibawa pulang sebagai rasa bangga kami yang tak bernilai harganya untuk adik - adik yang telah memberanikan diri bergabung bersama kami.
untuk agendanya registrasi dan tes minat bakat PPDB Tahun pelajaran 2014 - 2015 pada :

No
Hari , Tanggal
Waktu
Agenda
Keterangan
1
Kamis, 19 Juni 2014
07.00 – 07.30
Registrasi Calon Peseta Didik Baru
MA PSM
07.00 – 09.00
Tes Tulis Minat Bakat Sisiwa
sda
09.30 – 12.00
Tes Wawancara Minat Bakat Siswa
sda
12.00 – 12.30
Revie Life Skill
sda
2
Jum’at, 20 Juni 2014
07.00 – 07.30
Absensi siswa Baru Pembagian grub
sda
07.30 – 09.00
Pengenalan Life Skill Untuk siswa baru
sda
09.30 – 11.00
Tanya Jawab dengan Siswa Baru
sda
3
Sabtu, 21 Juni 2014
07.00 – 07.30
Absensi siswa Baru
sda
07.00 – 09.00
Presentasi Prakarya Life Skill
sda
09.30 – 11.00
Pembagian Doorprise
sda
11.00 – 12.30
Kilas Balik Madrasah Aliyah PSM Loceret
sda
  
untuk adik - adik wajib gunakan pakaian sopan muslim dan membawa alat tulis.
 
Sekali lagi kami informasikan bahwa untuk registrasi tanpa dipungut biaya sepeser pun. Semoga informasi ini bermanfaat, sukses buat adik - adik ku tercinta. Amin...


Read Post | komentar

BEDUK SAMPAI ANJING

Kamis, 13 Maret 2014

Hal Tajdid: Dari Bedug sampai Anjing
Posted in Dari Bedug sampai Anjing, Esai Cak Nun, Esai Emha, Hal Tajdid, Kolom Cak Nun, Kolom Emha
Seorang Muballigh muda Muhammadiyah pernah datang ke desaku untuk tampil secara mengagumkan dan mempesona dalam suatu pengajian. Dengan nada keras, penuh semangat dan kefasihan, ia menyodorkan kejutan-kejutan.

Diuraikan tentang keharusan membawa kembali Islam seperti aslinya ajaran Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam. Khurafat, tahayul, bid’ah, musti dibuang jauh-jauh. Dan lagi, memeluk agama itu mustilah dengan menggunakan akal, tak asal taqlid membabi buta saja, sebab akallah yang membedakan kita dari segenap binatang.


Pasal pertama yang dibenahi ialah arah menghadap ketika salat. Bikinlah garis shaf dalam masjid kira-kira 24 derajat condong ke utara, agar kita salat menghadap ke Ka’bah, bukan ke negeri Somalia. Kemudian soal bedug: untuk apa itu? “Sekarang ini setiap hidung punya jam”, katanya. Lantas, soal puji-pujian musikal antara adzan dan iqomah. Lantas soal koor wirid sehabis salat jamaah. Kemudian sekian hal lagi yang menyangkut perilaku keagamaan sehari-hari.

Terkejutlah sekalian penduduk desa, dan merasa begitu kotor karena ternyata selama ini melakukan hal-hal yang mungkin tak diridhai Allah. Memang, tajdid pasal pertama Muballigh kita ini, tidak ilmiah; ia tak bawa kompas, sehingga tak tahu bahwa posisi desaku memang sudah persis terarah agak miring ke utara, jadi persis menghadap Ka’bah, juga masjidnya. Ini tentulah kekhilafan kecil: Muballigh kita terlalu bergantung pada common-sense, lupa pada keperluan “formal-survey” yang ilmiah.

Namun percayalah, bahwa kata-kata “ilmiah” atau “rasional” merupakan “bayang-bayang baur” di benak orang-orang desaku, sehingga kegagalan pasal pertama itu tak berarti gagalnya usaha tajdid yang ia lakukan. Sejak itu, perlahan-lahan bedug dicopot, dipakai kayu bakar dan kulitnya dimasak. Puji-pujian stop dan koor wirid lenyap. Orang-orang tua berwirid sendiri-sendiri, sementara anak-anak muda dan anak-anak kecil menyelenggarakan tradisi lamcing: habis salam, plencing pergi.

Tak Bisa Berpicing Mata
Sayang sekali Muballigh kita itu cukup sekali saja datang ke desa untuk membawa “SK Tajdid” dari Pusat itu. Hampir tak ada proses internalisasi lebih lanjut yang melibatkan para penduduk perihal pemurnian Islam, menggasak bid’ah, khurafat, tahayul dan seterusnya, dalam arti suatu internalisasi di mana mereka diajak untuk aktif rasional.

Apa yang kemudian terjadi, adalah situasi “yaskhor qoumun min qoumin” dalam suatu iklim yang “politis”. Pertarungan bendera antara Muhammadiyah dengan NU berlangsung dengan lucu, naif, jumud dan memalukan, sehingga biarlah terkubur di gundukan-gundukan tanah masa silam. Yang mungkin agak kurang menyedihkan untuk dikisahkan ialah terjadinya “reuni” sekian tahun kemudian. Karena sakit oleh berbagai kebodohan bersama, tak krasan oleh banyak retak-sosial yang begitu kampungan dan menyangkut hal-hal amat sepele, maka bendera-bendera itu pun diturunkan. Sampai kini, penduduk desaku hidup dalam Islam yang tanpa embel-embel lain: meskipun tetap selalu ada beda faham di sana-sini, tapi tak sampai terjebak oleh formalisme-formalisme aliran, yang bukannya salah, tetapi penduduk desaku belum siap meng-hadapi “keorganisasian madzhab” yang ketika sampai di desa telah tinggal kerangka.

Kabarnya, hantu kerangka itu muncul; karena mekanisme tajdid yang dibawa oleh organisasi-organisasi pembaharu itu kurang diterapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosiologis-kultural masyarakat yang berbeda-beda. Faktor itu yang menunjukkan kepada kita bagaimana persuasi yang diperlukan untuk mereduksi sesuatu hal dari lingkaran tradisi suatu komunitas; bahkan seberapa benar sesuatu itu perlu direduksi atau tidak. Sebab, untuk menilai terjadi tidaknya bid’ah atau tahayul umpamanya, kita tak bisa menilainya dengan berpicing mata. Apalagi kita tahu persis bahwa proses internalisasi keagamaan dalam masyarakat tradisional seperti di desaku, mengandung susunan-susunan saling berkait antara berbagai unsur kompleks dalam hidup mereka. Kita harus menatapnya dengan jeli, agar tak terjebak oleh term berpikir yang sering kita anggap ilmiah: membedakan sisi kehidupan agama dari kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Padahal, agama bukanlah sektor, melainkan pedoman nilai dari Allah yang memberi watak, sifat dan arah tujuan semua kegiatan hidup kita, ya politik, ya ekonomi, ya sosial budaya.

Kerangka di atas juga muncul, disebabkan karena dalam tubuh suatu organisasi, biasanya ada berlaku hukum pelunturan nilai. Artinya ada distorsi kualitatif yang terjadi antara pucuk dengan lapisan atau sendi-sendi di bawahnya. Hal ini merupakan akibat yang khas dari aksentuasi sikap kita untuk menjadi “tabi’iin” atau “taabi’it-taabi’iin” belaka dan kurang mengaktivisir keharusan-keharusan lain, umpamanya untuk biasa berpikir sendiri, menimbang-nimbang sendiri dan seterusnya dalam menginternalisasi Islam. Ada begitu banyak afalaa ta’qiluun, afalaa fatadabbaruun, afalaa tatafakkaruun, namun ma’rifat kita belum terbuka benar. Bukan terutama karena Allah belum berkenan membukanya, tapi kita umumnya memang kurang berminat sungguh-sungguh untuk membuka mata. Walaqad yassarnal Qur’ana lidz-dzkri fa hal min-muddakir…. — Oleh sebab itu, kita tak boleh terkejut apabila menjumpai tak sedikit “agents of innovation” dari suatu organisasi pembaharu ternyata juga hanya penganut-penganut, yang meskipun tak buta betul, tapi setidaknya tiga perempat buta. Kalau kita mau jujur dan rendah hati: dalam kondisi seperti itu tak mustahil di tengah percaturan pemikiran tajdid, kita terjebak oleh suatu isyarat Allah yang secara verbal sesungguhnya dimaksudkan untuk orang-orang kafir: innalladzina yujaadiluuna fii aayaatillaahi bighairi sulfhaanin ataahum in fii shuduurihim illaa kibrun maa humbibaalighiihi…. Sebab, kita mafhum ayat Allah bukan hanya yang tertera verbal dalam AI-Qur’an — “sanuriyahum aayaatina fil aafaaqi wa fii anfusihim….” — benarkah tak mungkin kita termasuk dalam golongan orang yang dimaksud oleh Allah itu? Misalnya, karena tanpa kita sadari, bahwa kita telah terlibat dalam suatu kufuran intelektual, tertentu? Yang jelas, kita mesti siap untuk suatu hari menyaksikan kenyataan bahwa yang perlu ditajdid itulah yang jadid, dan ternyata yang mujaddid itulah justru perlu ditajdid.

Semoga, hal ini tidak terjadi, namun, baiklah kita berwaspada, sebab segala sesuatu bisa masuk ke dalam diri kita, juga setan dan pengaruh-pengaruh apa pun.

Di desaku pun sangat mungkin terjadi hal semacam itu. Atau barangkali kita sekaligus mengandung kedua-duanya: yakni hal yang perlu ditajdid serta hal yang mendorong kita untuk melakukan tajdid. Jadi agaknya masyarakat pertama yang mesti ditajdid ialah diri kita sendiri, sementara semangat tajdid juga pertama-tama mesti diri kita sendiri yang memiliki.

Kiai Beli Anjing
Ada satu tajdid yang lucu di desaku, yang menyadarkanku bahwa ternyata kekentalan hubunganku dengan penduduk desa masih amat kurang . Tersebutlah seorang Kiai yang haus akan tajdid, sehingga selalu sibuklah ia mengembarai berbagai lapangan faham Islam. Sayang sekali, landasan kehausan tajdidnya bukan suatu sikap mandiri yang mementingkan penggunaan akal sehat dan kebersihan hati serta keluasan wawasan. Dalam pengembaraanya itu, ia selalu hanya terseret-seret belaka oleh satu faham ke faham lain. Begitu terjadi berulang-ulang, dan hasil pengembaraannya itu biasanya langsung diungkapkan lewat khutbah-khutbah Jumat atau pada kuliah subuh — kesempatan satu-satunya ia bersedia bertatap muka dengan khalayak.

Pertama menjadi bingunglah para jamaah karena diombang-ambingkan. Tapi lama kelamaan hal itu menjadi komedi. Orang jadi “hapal” lagak lagu sang Kiai dan tak begitu gampang terpengaruh. Menjelang salat Jumat, bahkan orang-orang saling bercengkerama dan meramal apa kira-kira yang akan diomongkan oleh sang Kiai. Hal yang digasak adalah hal yang biasanya kemarin didukung. Apa yang hari ini di gembar-gemborkan, bulan depan mungkin akan digasaknya kembali. Dari satu sudut: itulah potret dari semangat pembaharuan yang dinamik, penuh gelombang dan kontinyu. Tapi dari sisi lain, itulah gambaran dari sebuah pribadi yang mengembara di atas udara, tanpa pijakan, tanpa akar dan tanpa aktivitas akal sehat dan kematangan kejiwaan.

Memang jamaah tak begitu terpengaruh, tapi untuk hal-hal yang menyangkut “gengsi modern”, orang desa amat gampang terseret. Merangsang mereka untuk mengkonsumsi “identitas-identitas kemodernan”, semudah makan kacang bakar. Jadi ketika berkat suatu usaha tajdid, sang Kiai membeli dan memelihara anjing, maka segera inovasi ini diikuti oleh puluhan orang. Hari ini di satu jalur jalan saja ada kira-kira 40 anjing. Memelihara anjing itu betul-betul kenikmatan baru: “Kayak yang di tv!” Ini suatu ironi besar, karena dulu penduduk desa adalah pembenci, bahkan pembunuh anjing. Ada seekor saja nongol di desa, mampuslah ia.

Aku sendiri belum memberi tanggapan cukup jauh terhadap hal ini, karena harus ditemukan persuasi yang tepat untuk membereskan sesuatu di desa. Aku tidak anti anjing, tapi ada konteks yang tak beres dengan tajdid peternakan anjing itu.

Suatu hari, aku mengobrol saja dengan salah seorang penduduk. Hakim paling kuat untuk Muslim desaku ini ialah ukuran halal-haram. “Kata Pak Kiai memelihara anjing itu tidak haram,” ungkapnya. Jadi itulah sumbernya.

Kucoba kemukakan kepadanya: memelihara anak yatim itu bukan hanya tak haram, bahkan penuh pahala dan keluhuran. Padahal biayanya tak lebih mahal dari memelihara seekor anjing, sementara seorang anak yatim bisa memberi kita manfaat dan kekayaan spiritual yang tak bisa kita peroleh dari buih mulut anjing. Memelihara anjing memang boleh-boleh saja, seperti juga kita boleh siang hari bolong merangkak dari gardu sini sampai ke depan rumah Pak Lurah di ujung sana. Tapi, agama bukan sekedar soal boleh dan tak boleh. Halal-haram itu garis batas, yang tidak kita injak atau harus kita hindari. Seperti main sepakbola, ada garis pinggir, ada garis untuk penalty dan offside, juga tangan kita termasuk “daerah haram” untuk bola.

Tapi, masalah sepakbola yang paling utama ialah bagaimana bermain bola secara baik, bukan bagaimana tak memegang bola atau berlari menginjak garis pinggir. Garis batas itu menjadi wilayah permainan kita, namun yang penting ialah bagaimana mengolah suatu permainan yang baik. Engkau tidak diharamkan main sepak bola sambil pakai peci atau sambil makan ketela, tetapi kita punya akal yang mengukur manfaat dan mudharat. Untuk itu, maka kita bermain pakai celana pendek dan bukan sarung. Memahami mana garis batas dan liku-liku peraturan main bola tidak sukar, dan yang terutama kita usahakan bagaimana mentalitas bermain, bagaimana teknik dribbling pribadi serta metode kerjasama sosial, bagaimana menemukan “taqarrub” terhadap gawang secara baik sehingga kita menang dan gol kita ciptakan dengan menggetarkan jaring-jaring surga. Itulah sepakbola hidup.

la kemudian mengemukakan anjing itu nanti bisa dijual kembali dengan harga yang lebih mahal. Jadi pertimbangan ekonomi. Maka kuingatkan bahwa kita dulu punya tradisi ternak kambing — kerbau — sapi. Sekarang ini, kambing atau sapi lebih menguntungkan dibanding anjing. Dan lagi, apakah penduduk desa kita ini akan menjadi pendorong pertumbuhan manusia-manusia pemakan anjing? Baiklah teruskan dan kelak orang di sana berkata: Di mana cari anjing untuk pesta kita? O, di Mentoro pusatnya!

Tapi ia kemudian mengemukakan soal segi keamanan. Anjing cepat memberitahu kita kalau ada pencuri. Apakah engkau melatihnya untuk itu? Tidak. Dan orang-orang lain? Tidak juga. Kukemukakan kepadanya bahwa seorang Muslim yang Islamnya baik Insya Allah terhindar dari bahaya seperti itu. Setiap saat, nafas dan detak darah kita bisa kita biasakan memohon kepada Allah, “Bismillahi laa yadhurru ma asmihii syaiun fil-ardhi walaa fissamaa-i wahuwassamii ‘ul-‘aliim.” Tirulah Ayyub yang berkata, “Innii masanidha-dhurru wa-anta arhamur-roohimiin”. Semoga Allah pun berkehendak fastajabnaa lahuu, fakasyafnaa maa bihii mindhurrin. Atau, kenapa tak kita lingkari lingkungan hidup kita dengan ayat Kursi atau banyak sekali ayat lainnya? Kita sudah baca shalawat untuk Nabi tiap hari, bukan? Nah, kita perbanyak jumlahnya dan kita perdalam kekhusyukannya. Semoga Nabi pun mengirim salam kepada kita karena beliau adalah “….rasuulunmin-anfusikum aziizun ‘alaihi ‘anittum hariitsun ‘alaikum bilmu’miniina ra’uufur-rahiim….” Atau dengan begitu banyak lainnya Ayatullah yang maha sakti, yang apabila ia dibacakan maka “….suyyiratbihil-jibaalu au quthi’atbihil-ardhu au kullima bihilmautaa….”

Tidak percayakah Saudaraku akan kesaktian mukjizat AI-Our’an? la tidak hanya sakti segi kesastraannya saja, tapi juga sakti dan maha benar segala dimensinya. la adalah karya Allah, sehingga segala yang difirmankanNya laa raiba fiihi. Bahkan api tak membakar Ibrahim, bahkan hujan diperkenankan turun oleh Istisqa’ kita bersama. Tak ada yang mustahil bagi-Nya. Kalau ia mau: “….maa amarnaa illaa waah idafun kalahmin bil-bashor….”

Cuma, kita bukan makhluk manja. Kita bukan pengemis yang tak punya otak atau rasa malu. Untuk urusan kacang goreng atau masalah — masalah rasional kecil lainnya tentulah kita bereskan sendiri secara manusia.

Kita tidak lantas meminta agar segala urusan kita Allah yang mengurusnya. Kita bukan anak sekolah yang kurang belajar maksimal dan hanya mengandalkan doa dan sesudah terkabul lantas lupa bersyukur.

Dan lagi, segala sesuatu ada syaratnya. Kita tidak bisa hanya mentamengi diri dengan mukjizat AI-Qur’an apabila secara keseluruhan AI-Qur’an tak kita laksanakan nilainya. Tanpa mematuhi AI-Qur’an berarti AI-Qur’an “enggan” menyatu dengan kita, atau kita tak cukup bersih untuk menyatukan diri dengan AI-Qur’an, dan dengan demikian kita juga tak bisa menghayati kesaktian ijaznya. Kesaktian magis puncak ayat AI-Qur’an itu ibarat genteng yang melindungi seisi rumah kita dari hujan. Artinya, kita tahu bahwa genteng tak bisa kita taruh di udara. Mesti kita bangun fundamen, dinding, kayu penyangga genteng itu, serta tiang pusat. Nah, kukemukakan kepada Saudaraku di desa itu bahwa umumnya kita di desa ini sudah cukup membangun fundamen, tiang pun sudah cukup berdiri, tinggal kita sempurnakan kekuatannya semua, sehingga bisa kita taruh genteng untuk melindungi kita dari hujan. Jika demikian, maka Insya Allah kita bukan saja terhindar dari pencuri ayam, tapi juga segala pencuri yang lebih bermutu, bahkan dari sihir dan fitnah. Kenapa tidak? Allah Maha Benar bahwa Dia Maha Melindungi. Cuma barangkali saja di dalam diri kita ayat-ayat Allah itu masih berupa tumpukan genteng yang mubazir, karena kita tak menggunakan hikmahnya.

Artikel Kiriman : Cak Uday
Email                :  rohXXXX@gmail.com
Read Post | komentar

Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2014-2015

.......::::::::::::BONUS SPECIAL::::::::::::::............
1.Untuk kategori pendaftar
a.Gelombang I : 01 Maret - 30 April 2014
Gratis ( SPP 3 tahun, Uang Gedung, dan Pendaftaran).
Seragam 2 Stel
b.Gelombang II : 01 Mei - 10 Juni 2014
Gratis ( SPP 3 tahun, Uang Gedung, dan Pendaftaran).
Seragam 1 Stel
Flasdish
c. Gelombang III : 11 Juni - 10 Juli 2014
Gratis ( SPP 3 tahun, Uang Gedung, dan Pendaftaran).
Seragam 1 Stel
2.Untuk kategori hasil seleksi
Dari calon peserta didik dipilh 2 Peserta didik yang terbaik akan mendapatkan sepeda sesuai dengan hasil seleksi tes masuk.
Read Post | komentar

Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah Aliyah Plus Ketrampilan PSM Loceret Tahun Ajar 2012-2013

Kamis, 25 April 2013





Program Exlusive Plus ketrampilan 
  1.  IT Computer (Jaringan dan Perakitan)
  2. Tata Rias Penganten, Tata Busana, Menjahit dan Tata Busana
  3. Multimedia (Photo, Shooting Video, dan Editing)
  4. Automotive (Motor, Setir/ Montir Mobil)
  5. Jurnalistik, Broadcasting, Penyiar, MC/Pranoto Hadicoro
  6. Elektronika (Servis HandPhone, Radio dan Televisi)
  7. Bahasa Asing ( B. Arab, B. Inggris, dan B. Jepang)

Fasiltas Sekolah
  1. Gedung milik sendiri dan Masuk Pagi 
  2. Bebas (Uang Gedung dan SPP) 
  3. Lab. Komputer 
  4. Program Ketrampilan 
  5. Asrama Putra dan Putri serta Jam tambahan 
  6. Beasiswa Siswa Kurang Mampu
 Program Pembiasaan
  1. Sholat Dhuha
  2. Sholat Dhuhur berjamaah
  3. Membaca Al-Quran Bersama Tiap Pagi
  4. Mujahadah Istiqosah
  5. Tahlil
Waktu dan Tempat Pendaftaran
  1. Hari       : Senin - Sabtu 
  2. Tanggal : Sekarang - 7 Juli 2012 
  3. Pukul     : 08.00 - 12.00 
  4. Tempat  :  di Kantor MA Plus Ketrampilan PSM Sugihwaras
  5. Pendaftaran Juga bisa Via Online ( Daftar Online Sekarang ) http://mapsmloceret.blogspot.com/2012/05/ppdb-online-ma-plus-ketrampilan-psm.html
Persyaratan
  1. Mengisi Formulir Pendaftaran 
  2. Foto Copy Ijazah dan Nun
  3. MTs/SMP Legalisir (2 Lembar) 
  4. Pas Photo 3 x 4 (4 Lembar) 
  5. Gratis (Pendaftaran, Uang Gedung, dan SPP) 
Read Post | komentar
Kolom Pembaca Menulis Artikel
Kami menerima artikel (teks + photo), kritik dan saran dari para Civitas MA PSM Loceret Atau Alumni yang sifatnya membangun. Kirim Disini

h Puasa Pada Bulan Ramadhan 14

Selamat Datang Peserta didik Baru Tahun Ajaran 2015-2016
 
© Copyright Madrasah Aliyah PSM Loceret - 2009-2014 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Published by Arwie Smart and Team IT
Selamat Datang di Website Resmi Madrasah Aliyah Plus Ketrampilan Pesantren Sabilil Muttaqien Dsn. Sugihwaras, Desa Ngepeh, Kec. Loceret Kab. Nganjuk, Madrasah Aliyah Berbasic Ketrampilan Plus, Kami menerima artikel (teks + photo), kritik dan saran dari para Civitas MA PSM Loceret Atau Alumni yang sifatnya membangun. Kirim Disini